Mengatasi Alternatif Pengawet Makanan Alami, Aman, dan Tidak Menimbulkan Alergi

0
Makanan yang segar, atau makanan dengan minimal pengolahan, dengan penampakkan dan rasa yang segar, serta aman bagi kesehatan merupakan makanan yang menarik untuk dikonsumsi. Keamanan makanan merupakan hal yang penting saat ini karena kualitas bahan pangan meningkat saat ini dan konsumen semakin peduli dengan apa yang mereka konsumsi (Karthik dkk., 2013).
Sumber kontaminasi bahan pangan yang dapat menyebabkan pembusukkan pangan dapat berasal dari baku, spora yang tahan terhadap pemanasan, atau pun kontaminasi ulang setelah produk menjadi bahan jadi atau bahan siap makan. Kontaminasi ulang dapat terjadi oleh Listeria monocytogenes pada produk makanan seperti daging siap makan, susu, atau produk olahan lain. Listeria monocytogenes merupakan organisme psikotropik yang mampu bertahan dan tumbuh di suhu refrigerator.  Ia merupakan bakteri patogen yang dapat menginfeksi bayi yang baru lahir, ibu hamil, orang tua, dan orang dengan daya tahan tubuh yang lemah.
Untuk mencipatkan makanan agar tetap nampak segar dan melindunginya dari pembusukkan diperlukan pengawet makanan. Pengawet kimia sintesis seringkali diklaim tidak sehat untuk konsumsi jangka panjang dan terkadang memicu munculnya alergi (Suganthi dkk., 2012). Pengawetan secara fisik seperti penggunaan suhu tinggi dan tekanan tinggi, dapat menyebabkan fisik makanan rusak dan menjadi berubah mengenai aroma, rasa, tekstur, dan kandungan alami makanan (Rasooli, 2007). Pengawetan secara khusus yang telah dilakukan adalah menggunakan bakteri asam laktat (BAL), juga dapat mengubah rasa dan aroma produk makanan tertentu, disebabkan senyawa lain yang diproduksi oleh BAL seperti senyawa asam organik mengubah rasa dan aroma tersebut (Sobrino dan Martin, 2008).
Nisin

Nisin merupakan polipeptida bakteriosin yang diproduksi oleh Lactococcus lactis ssp. lactis selama fermentasi. Nisin digunakan pada makanan dengan proses pemanasan dan berpH rendah (Prombutara dkk, 2012). Nisin umumnya memerangi bakteri gram positif, termasuk bakteri yang membentuk spora, karena kemampuan nisin yang mampu menyerap masuk ke dalam membran sel pada strain bakteri tertentu yang sensitif terhadap nisin tersebut (Li dkk., 2005, Prombutara dkk., 2012).
Dibandingkan dengan pengawet kimia sintesis, nisin memiliki beberapa keuntungan yaitu:1) tahan terhadap suhu tinggi, suhu ruang pendingin, dan pH rendah, 2) tidak mengubah flora di saluran pencernaan manusia; 3) tidak meracuni manusia; 4) tidak mengubah aroma, rasa, dan tekstur makanan; 5) tidak menimbulkan alergi.
courtesy: Slootweg dkk., 2013
Produksi nisin dapat dilakukan dengan menumbuhkan bakteri penghasil nisin kemudian mengekstrak nisin tersebut. Pemurnian nisin dapat dilakukan dengan menggunakan kelengkapan peptida kationik dan amfifilik. Metode yang sering digunakan adalah isolasi, pemurnan termasuk presipitasi garam dari supernatan kultur, pertukaran kation, kromatografi, dan kebalikan dari-high performance liquid chromatography (HPLC). Keterbatasan produksi nisin, antara lain dapat dilakukan dengan memproduksinya dengan menggunakan hasil-hasil pertanian seperti hidrolisat kentang dan ekstrak fermentasi barley. Berbagai strategi untuk memurnikan juga dikembangkan (Suganthi dkk., 2012).
Kombinasi Nisin untuk meningkatkan efektivitas penggunaan nisin
Nisin dapat ditingkatkan kualitasnya dengan metode-metode berikut: 
  1.  Kombinasi dengan suhu dingin. Penelitian Karthik dkk., 2013 nisin yang dikombinasikan dengan penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah –4°C dan –20°C, dapat mengurangi pertumbuhan atau munculnya kembali organisme patogen setelah disimpan selama 30 hari. mikroorganisme patogen tersebut adalah Total heterotrophic bacteria , Total coliforms, E. coli, V. cholera, V. parahaemolyticus, Salmonella sp, Shigella sp. menunjukkan hasil nol  pada pemeriksaan hari ke 30.
  2. Kombinasi Nisin, CO2, dan pendinginan. Penelitian yang dilakukan oleh Naas dkk., 2013 menemukan bahwa penggabungan Nisin (500 IU/mL) dengan100% CO2 dengan metode vakum dan di simpan di refrigerator, mampu mengurangi populasi dan pertumbuhan yang berlebihan bakteri patogen Listeria monocytogenes pada daging siap makan turkey bologna selama 42 hari. 
  3. Pelepasan nisin dengan ukuran nano. Efektifitas nisin akan berkurang setelah nisin menyentuh makanan, yaitu akibat interaksi dengan makanan tersebut, interaksi dengan lemak dan protein, dan inaktivasi nisin oleh degradasi enzim (Prombutara dkk., 2012). Metode Solid Lipid Nanoparticles (SLN) yaitu membungkus partikel nisin dengan lemak padat, dapat melindungi partikel nisin dan melepaskan nisin tersebut secara berkelanjutan di makanan ().
  4. Nisin dapat ditambahkan pada produk yang mengandung BAL. Yoghurt dan keju merupakan makanan yang mengandung BAL. Penambahan nisin pada makanan yang mengandung BAL ini dapat menambah umur simpan produk, yaitu tahan sampai tiga bulan pada suhu –21°C, dan BAL tersebut dapat membantu pelepasan nisin ke lingkungan dengan asam-asam yang diproduksi oleh BAL tersebut (Plekova dkk., 1996 dalam Sobrino).
  5. Nisin dan karton kemasan makanan. Nisin merupakan senyawa yang mudah menempel pada permukaan suatu benda, termasuk permukaan kemasan produk dan membunuh bakteri patogen di sekitar kemasan tersebut selain sebagai pengawet makanan. Oleh karena itu, pengembahan bahan kemasan (seperti kemasan berbasis selulosa, polietilen, polipropilen) kedepan diharapkan dapat dikombinasikan, atau pun dilapisi dengan nisin (Sobrino, 2008).
  6. Nisin dan pemanasan. Nisin diketahui sebagai bahan pengawet alami yang tahan panas. Penambahan nisin pada pemanasan susu pada suhu 80–100°C dapat mengurangi keberadaan Bacillus cereus hingga 40% . Sedangkan dengan adanya nisin sebanyak 4000IU/ml dengan pemanasan pada suhu 130°C dapat mengurangi keberadaan Bacillus stearothermophillus hingga 21% (Penna dan Moraes, 2002 dan Wandling dkk., 1999). Hal ini memungkinkan untuk merendahkan suhu yang digunakan untuk pasterurisasi atau pun suhu pengawetan lain, sehingga makanan tidak rusak.
  7. Kombinasi nisin dan antimikroba lain. Penggunaan nisin dengen antibamikroba lain, sistem laktoperoksidase (SLP) misalya, dapat mengatasi masalah bakteri yang kebal terhadap antimikroba (Sobrino dan Martin, 2008). Penggabungan dengan pengawet alami dari tumbuhan, fitopreservatif, seperti vanili dilaporkan dapat menonaktifkan jamur pada yoghurt yang berisi potongan buah segar, tetapi tidak dapat mencegah pembusukkan pada campuran yoghurt tersebut jika terjadi pembusukkan.
  8. Nisin dikombinasikan dengan tekanan tinggi. Penambahan nisin dikombinasikan dengan tekanan tinggi dilaporkan dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada makanan, karena luka atau kerusakan pada mikroorganisme tersebut memudahkan ia lebih bereaksi dengan nisin. bakteri gram negatif seperti Escherichia coli atau Pseudomonas fluoresence menjadi tidak aktif karena pengawetan dengan metode tersebut. Begitu juga gram positif seperti Lactococcus innoqua juga menjadi tidak aktif, meskipun sebagian besar bakteri gram positif tidak terpengaruh (Black dkk., 2005 dalam Sobrino dan Martin, 2008).

Pustaka
Karthik, Ramachandran, Subashchandrabose Gobalakrishnan, Ajmath Jaffar Hussain, dan Radhakrishnan Muthezhilan. 2013. Efficacy of Bacteriocin from Lactobacillus Sp. (AMET 1506) as a Biopreservative for Seafood’s Under Different Storage Temperature Conditions. Journal of Mpdern
Black E.P., Kelly, A.L., dan Fitzgerald G.F., 2005. The combined effect of high pressure and nisin on inactivation of microorganisms in milk. Innovative Food Science and Emerging Technology. 40: 237-242. Dalam Sobrino-Lopez, A. dan O.Martin-Belloso. 2008. Use od nisin an other bacteriocins for preservation of dairy products. International Dairy Journal 18: 329-343
Li, Tiejing, Jin Tao, Fu Hong. 2005. Study on The Inhibition Effect of Nisin Study on The Inhibition Effect of Nisin. Biotechnology Vol. 2, No. 3, pp 59–65
Naas, Hesham, Rose Martinez-Dawson, Inyee Han, dan Paul Dawson. 2013. Effect of combining nisin with modified atmosphere packaging on inhibition of Listeria monocytogenes in ready-to-eat turkey bologna. Poultry Science  92 :1930–1935.
Prombutara, Pinitphon, Yokruethai Kulwatthanasal, Nuttapun Supaka, Issara Sramala, Supat Chareonpornwattana. 2012. Production of nisin-loaded solid lipid nanoparticles for  sustained antimicrobial activity. Food Control 24:184-190
Penna T.C. F. dan Maroes D. A. 2002. The influence of nisin on thermal resistence of Bacillus cereus. Journal of Food Protection 65: 415-418. Dalam Sobrino-Lopez, A. dan O.Martin-Belloso. 2008. Use od nisin an other bacteriocins for preservation of dairy products. International Dairy Journal 18: 329-343
Rasooli, Iraj. 2007. Review. Food Preservation – A Biopreservative Approach. ©2007 Global Science Books
Slootweg, Jack C., Steffen van der Wal, H. C. Quarles van Ufford, Eefjan Breukink, Rob M. J. Liskamp, dan Dirk T. S. Rijkers. 2013. Synthesis, Antimicrobial Activity, and Membrane Permeabilizing Properties of C-Terminally Modified Nisin Conjugates Accessed by CuAAC
Bioconjugate Chem., 24 (12), pp 2058–2066
Sobrino-Lopez, A. dan O.Martin-Belloso. 2008. Use od nisin an other bacteriocins for preservation of dairy products. International Dairy Journal 18: 329-343
Suganthi V., E. Selvarajan, C. Subathradevi, dan V. Mohanasrinivasan. Lantibiotic nisin: natural preservative from Lactobacillus lactis. International Research Journal of Pharmacy 3(1)
Wandling, L. R., Sheldon B.W., dan Foegeding P. M. 1999. Nisin in milk sensitizes Bacillus spores to heat to prevents recovery of survivors. Journal of Food Protecrion 62: 492-498. Dalam Sobrino-Lopez, A. dan O.Martin-Belloso. 2008. Use od nisin an other bacteriocins for preservation of dairy products. International Dairy Journal 18: 329-343