Mengatasi kebingungan Agen Obat Anti Jamur Topikal untuk Infeksi Kuku Jempol Kaki

0


Calon obat antijamur efinaconazole telah terbukti dapat mengobati infeksi kuku jempol kaki. Obat ini dapat menembus ke kuku jempol kaki dan lemah dalam mengikat keratin daripada obat topikal yang lain, hal ini membuatnya lebih mudah memberantas jamur, berdasarkan laporan Keita Sugiura dari Kaken Pharmaceutical of Kyoto, Jepang, dan koleganya. “Penelitian ini saya pikir... rendahnya afinitas terhadap keratin dibutuhkan antijamur agar antijamur tersebut dapat masuk meresap dan meretensi ke matriks kuku,” katanya. Penjelasan lebih detail ada di Antimicrobial Agents and Chemotherapy Juli 2014.
Karena obat antijamur topikal seringkali gagal mengatasi hal tersebut, para ahli medis biasanya memberikan obat antijamur minum seperti terbinafine dan itraconazole untuk pasien-pasien dengan kasus onichomycosis yang sulit. Meskipun demikian “adalah terbatas”  karena obat seperti itu dapat merusak liver atau mungkin berinteraksi dengan obat lain yang diminum oleh pasien. Meskipun obat antijamur topikal yang digunakan seperti ciclopirox dan amorolfine mempunyai “profil efek aman”, dia menambahkan, “kemampuan daya menyembuhkannya termasuk rendah.”
Sugiura dan koleganya mengujicobakan pada kuku manusia untuk mengetahui sebaik mana obat tersebut meresap ke kuku-kuku dengan kandungan keratin yang tinggi. Seukuran kecil 16 mm2 material kuku ibu jari kaki yang tersedia secara komersial (siapa yang tahu?) didifusikan melalui sel Franz untuk mengetahui seberapa cepat obat antijamur tersebut melewati material tersebut. Efinaconazole menunjukkan yang tercepat, melewatinya dalam satu hari, ciclopirox dalam enam hari, dan amorolfine tidak terdeteksi, lapor mereka.
Dari beberapa obat yang diujicobakan, hanya efinaconazole yang menghambat pertumbuhan jamur di bawah kuku dalam uji in vitro, menurut keterangan Suguira. Dia dan koleganya juga mengujicobakan kemampuan fungisida dari beberapa produk antijamur topikal tersebut di medium keratin cair yang didesain untuk “menyerupai lempengan kuku yang kaya akan keratin.” Tanpa matriks padat untuk memisahkan obat-obatan tersebut, eficonazole terbukti jelas lebih potensial membunuh jamur-jamur yang ada daripada yang amorolfine dan dan jauh lebih potensial dari cicloporox, catatnya.
Infeksi Jamur pada Jempol kaki (sumber gambar: © iStockphoto/4kodiak.)
Eviconazole  adalah obat topikal pertama yang menunjukkan efek untuk jamur yang sangat resisten ini dan yang paling umum menginfeksi,” kata Boni Elewski dari Universitas Alabama, Birmingham, yang tahun terakhir ini memimpin uji medis fase 3 untuk mengevaluasi obat ini untuk masalah onychomycosis, nama ilmiah untuk infeksi jamur di kuku jempol kaki. “Saya pikir mekanisme dari aksi ini cukup signifikan, berkontribusi tinggi untuk  mengobati onychomycosis,” kata Elewskii.
Jenis jamur yang bertanggungjawab terhadap onychomycosis adalah termasuk Trichophyton rubrum, T. mentagrophytes, Candida albicans, dan jamur-jamur nondermatophyte. 

Penulis: David C. Holzman
Diterjemahkan dari :Diterjemahkan dari: Microbe, The News Magazine of The American Society for Microbiology, Vol 9 No7 Juli 2014

Penggunaan lain Polio dengan Rhinovirus untuk menangani Tumor Otak

0




Poliovirus yang dimodifikasi, di bawah kontrol gen promoter rhinovirus, dapat bereplikasi secara sempurna di sel kanker dan terlihat efektif melawan tumor otak tanpa meracuninya,  berdasarkan laporan Matthias Gromeier dari Universitas Duke di Durham, N.C., dan kolaborasinya.  Penanganan dengan metode menghasilkan “hasil yang menakjubkan” pada tikus dan nampak aman ketika diujicobakan pada uji medis tahap 1 pada pasien dengan tumor otak, terangnya. Gromeier mempresentasikan penemuan terakhirnya ini di Oncolytic Virus Therapeutics, yang diadakan pada akhir April di Oxford, Inggris.
Penanganan untuk pasien dengan glioblastoma (GBM) adalah sangat tidak efektif –kesempatan hidup pasien selama lima tahun hanya 5%, dimana pasien rata-rata hanya hidup selama 14 bulan setelah didiagnosis. Reseptor poliovirus, nectin-like molecule-5 (Necl-5), diregulasi ulang di sel tumor, membuat sel-sel tumor tersebut khususnya sangat rentan terhadap virus, terang Gromeier. “Ekspresi Necl-5 sangat melimpah di sel-sel GBM dan sel tumor, dan implikasinya pada sel GBM adalah mengalami dispersi dan invasi,” terangnya.
Glioblastome besar (hijau, kanan) di salah satu lobus temporal (Gambar © CNRI/Science Source.)

Karena poliovirus juga menginfeksi dan merusak sel-sel saraf yang sehat, Gromeier beserta koleganya perlu membuang kemampuan itu. Mereka melakukannya dengan menyekuen polio yang mengkode internal ribosomal entry site (IRES) untuk satu dari rhinovirus untuk mencegah translasi gen-gen poliovirus menjadi protein. Hasilnya adalah virus kimerik, yang disebut PV1 (RIPO), yang kurang virulen daripada jenis vaksin poliovirus yang dilemahkan ketika dievaluasi pada primata selain manusia, terangnya. Lebih dari itu, kimerik virus tidak memproduksi efek racun selama uji medis fase 1, bahkan pada inokulum yang paling tinggi.
PV1(RIPO) secara efektif menghancurkan sel-sel GBM selama 12 jam secara in vitro, terang Gromeier. Ketika P1(RIPO) disuntikkan langsung ke turunan tumor-tumor GBM manusia yang diimplankan ke tikus, tumor-tumor tersebut mengalami penurunan di 18 dari 25 binatang. Jika tikus diimplan dengan dua tumor sejenis, suntikan tunggal dari PV1(RIPO) akan menghancurkan keduanya, mengindkikasikan bahwa kimerik virus berbindah dari satu sel tumor ke sel tumor yang lainnya, terangnya.
Uji coba fase 1 untuk mengevaluasi dugaan keamanan dari PV1(RIPO) ternyata juga efektif untuk memerangi glioblastoma pada pasien-pasien tersebut, terang Gromeier. Sejak tahun 2012, hanya 1 dari 5 pasien yang dirawat dengan GBM yang dapat menahan pertumbuhan kanker, semantara dua percobaan ini dilakukan tanpa perawatan lain. Antitumor ini bekerja hanya bergantung pada sistem imun inangnya, terangnya. “Sistem imun manusia dilatih untuk mengenali infeksi virus dan, oleh karena itu, responnya sangat keras terhadat infeksi tumor.” Ini artinya untuk menghancurkan GBM mungkin lebih seperti ke menghilangkan resistensi daripada treatmen yang lain, terangnya.
“Mekanisme yang bertanggung jawab efek PV1(RIPO) terhadap tumor otak lebih luas lagi diaplikasikan untuk hampir semua kanker,” kata Gromeier. “PV1(RIPO) secara alami membidik dan mengahancurkan sel kanker dari tipe kanker yang paling umum: pankreas, prostat, paru-paru, usus besar (kolon), dan banyak yang lain.
Pendekatan ini untuk mengobati pasien menjanjikan hasil yang sempurna, kata Subbiah Elankumaran dari Institut Politeknik Virginia, Blacksburg, orang yang mempelajari penyakit virus di Newcastle, yang juga berarti untuk mengobati tumor. Meskipun demikian, ia memperingatkan, akan banyak konsekuensi tak terduga yang dapat timbul ketika percobaan yang berhasil di tikus ini diterapkan ke manusia. 
Penulis: Shannon Weiman
Diterjemahkan dari: Microbe, The News Magazine of The American Society for Microbiology, Vol 9 No7 Juli 2014
 

 

Popular Posts