Halo Mirooganisme Laut!: Meningkatkan Kemampuan Mikroalgae untuk Menangkap CO2 di Lingkungan dan Mengurangi efek rumah kaca
0
(a) Kolam terbuka. Credit:mission2018.com, (b) fotobioreaktor. Credit:oilgae.com |
Mikroorganisme laut mampu hidup di lingkungan magma yang panas di bawah dasar laut, memiliki karakteristik tahan terjadap kondisi kimia yang suhu, tekanan, pH, dan racun logam berat yang ekstrim. Mikroorganisme ini merupakan sumber teknologi yang penting untuk penerapan bioteknologi yang baru. Fiksasi CO2 yang dilakukan oleh mikroorganisme juga mampu menyediakan enzim yang beraneka ragam, gen, dan proses metabolisme yang penting untuk pengembangan bioteknologi dalam pengurangan CO2 di atmosfer, produksi biofuel, dan sintesis kimia. Oleh karena itu selain menggunakan mikroorganisme untuk menangkap CO2 di atmosfer, juga dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak enzim yang diekstrak dari mikroorganisme tersebut (contoh enzim anhidrase karbonik, AK). Sejumlah reaktor dikembangkan dengan menggunakan enzim AK untuk mengekstrak CO2 dari campuran gas dan menggunakan CO2 tersebut untuk menghasilkan biogas.
AK merupakan enzim yang dapat mengakatalisis perubahan CO2 menjadi bikarbonat, perubahan CO2 selektif menjadi fase cair, dan dapat memisahkan CO2 dari gas lain. Oleh karena itu, sebagai katalis yang potensial, AK dapat digunakan untuk menangkap CO2 dari sumber polusi udara. Reaktor skala laboratorium telah dikembangkan untuk mengevaluasi penangkapan karbon dioksida dari gas menjadi cair. Efisiensi penangkapan dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan dasar (seperti sodium hidroksida) untuk membentuk bikarbonat atau karbonat, yang selanjutnya dapat diubah menjadi CaCO3 yang tidak larut dengan menambahkan kation presipitasi, seperti Ca2+. CaCO3 merupakan mineral yang stabil yang ditemukan di beberpa bagian di permukaan bumi ini, dan merupakan komponen utama kerang laut, siput, mutiata, dan cangkang telur.
Salah satu mikroorganisme yang dapat melakukan fungsi tersebut adalah mikrooalga, antara lain Cyanophyceae (blue-green algae), Chlorophyceae (green algae), Bacillariophyceae (termasuk diatoms) dan Chrysophyceae (termasuk golden algae) diketahui sebagai organisme yang sangat efisien menggunakan CO2 di atmosefer melalui fotosintesis. Melalui rekayasa genetika dan teknologi, menghasilkan mikroalgae strain baru yang dapat mentolerasi konsentrai CO2 yang tinggi. Sebagai tambahan, telah dikembangkan mikroalgae yang dapat mengatasi masalah pembuangan limbah cair dan membentuk bahan bakar.
Selain metode-metode tersebut, metode di bawah ini adalah beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan penangkapan CO2 di lingkungan:
Peningkatan Penangkapan CO2
- Sistem kolam terbuka dan fotobioreaktor. Salah satu metode yang digunakan untuk menangkap cahaya matahari dan CO2 secara efisien adalah menggunakan sistem: kolam terbuka atau pun fotobioreaktor. Fotobioreaktor dilakukan dengan cara menggunakan pipa transparan, menggunakan cahaya alami matahari, dan pemberian makanan dengan dengan metode grafiti. Pencampuran dengan gelembung CO2 merupakan metode lain yang digunakan untuk memaksimalkan penangkapan CO2 dan mengurangi biaya. Metode ini telah dicontohkan oleh perusahaan Algatech di Israel dan oleh Subitec di Jerman (lihat gambar di atas) (Lyons dkk., 2009).
- Rekaya Genetika. Rekaya genetika dilakukan untuk mengatasi masalah seperti: kurangnnya intensitas cahaya matahari, akumulasi oksigen terlarut, dan ketersediaan CO2 merupakan faktor yang menghambat penyerapan CO2 di lingkungan secara optimal. Rekayasa genetika ini antara lain dapat dilakukan dengan menambah enzim pengikat CO2 di lingkungan, meningkatkan jumlah klorofil, atau pun meningkatkan properti klorofil untuk memudahkan menagkap cahaya, meningkatkan ruang di dalam mikroalgae sehingga merendahkan oksigen terlarut sehingga oksigen tersebut tidak bersifat toksik bagi algae. Akhir-akhir ini sianobacterium, Synechococcus elongatus PCC7942 telah direkayasa secara genetik untuk memproduksi isobutiraldehida dan isobutanol secara lansung dari CO2, meningkatkan produksinya dengan melebihkan ekspresi enzim karboksilase/oksigenase ribulose 1,5-bisphosphate (RuBisCO). Isobutiraldehida merupakan prekursor untuk sintesis senyawa kimia lain, dan isobutanol dapat digunakan sebagai bahan bakar.
- Penambahan Gelembung. Penambahan gelembung ke medium pertumbuhan mikroalga baik di kolam terbuka maupun di fotobioreaktor, dapat mengurangi kelarutan oksigen yang bersifat toksik, memperlancar aliran CO2, dan meningkatkan penyebaran cahaya matahari. Pada penumbuhan mikrooalga selain ditambahkan gelembung secara sengaja, bakteri yang tumbuh di perairan tersebut juga dapat menghasilkan gelembung yang bermanfaat.
- Metode Radiative Transport Equation (RTE). Pioner yang bekerja di bidang pembiakan mikrooalga menstimulasi penyebaran cahaya dengan menggunakan konsep radiative transport equation (RTE). Metode ini terutama digunakan pada mikroolga bersel tunggal. menggunakan bakteri untuk menyerap cahaya dan memecahkan dan menyebarkan cahaya dengan menggunakan kristal belerang yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut.
Pustaka
- Minic, Zoran dan Premila D. Thongbam. 2011. The Biological Deep Sea Hydrothermal Vent as a Model to Study Carbon Dioxide Capturing Enzyme. Review. Mar. Drugs, 9, 719-738;
- Lyons, Henry, Yannick Lerat, Michele Stanley, Tom Bruton, dan Michael Bo Rasmussen. 2009. A Review of the Potential of Marine Algae as a Source of Biofuel in Ireland
- Sayre, Richard. 2010. Microalgae: The Potential for Carbon Capture. BioScience 60 (9): 722-727
- Smith, C. 2012. Chemosynthesis in the deep-sea: life without the sun. Biogeosciences Discuss., 9, 17037–1705
- http://www.mission2018.com/future/biomass/algae-biofuel
- http://www.oilgae.com/blog/2015/05/temperature-based-mass-flow-rate-sensor-for-algae-photobioreactors.html
0Awesome Comments!